Banyak orang bilang bahwa kalo pengen belajar bahasa asing, kamu harus mengenal juga tentang budayanya. Tidak ada yang salah sebenarnya pada kalimat tersebut. Akan tetapi, belajar bahasa asing sekaligus menikahi budayanya sama sekali tidak mudah untuk dilakukan. Kenapa? Karena tentu saja budaya baru tersebut akan mempengaruhi budaya asli kita dan orang-orang di sekitar kita belum tentu akan dapat menerimanya dengan baik. Alih-alih menjadi hebat, hanya cercaan yang akan kita terima.
Contoh langsungnya ada pada pemakaian kata 'hello?'. Dalam percakapan dengan menggunakan bahasa Inggris, kata 'halo' bisa digunakan untuk menunjukkan ketidakpercayaan, keterkejutan, dan lain sebagainya.
A: Yesterday i go to the mosque and i was just wearing tank top and mini skirt.
B: Hello? You must be kidding!
terlihat natural kan? Itu karena kata 'hello?' juga berfungsi seperti 'what?' (coba kata 'hello'nya diganti 'what').
sekarang kita bandingkan dengan percakapan dalam bahasa Indonesia.
A: Lho, jadi tugas yang dimaksud dosennya kayak gitu ya?
B: Iya, dan .. hello? Sebenernya ga bisa seenaknya juga 'kan ngasi tugas.
terlihat seperti percakapan sinetron ya? :)
Dan hal-hal seperti ini lah yang di alami pembelajar bahasa asing. Bagi kami sangat biasa dan sudah terlembaga sebagai percakapan sehari-hari diantara sesama pembelajar bahasa asing. Tetapi bagi orang di luar komunitas pembelajar bahasa asing, pasti akan merasa geli dan berpikir bahwa kami terlihat sok.
Orang terdekat bahkan telah mengingatkan saya karena anggapannya bahwa bahasa saya seperti bahasa sinetron saat saya tidak sengaja memakai bahasa-bahasa informal yang telah terkontaminasi seperti contoh di atas.
Mungkin satu-satunya solusi adalah pembelajar bahasa asing benar-benar harus mawas diri terhadap siapa mereka berbicara dan juga mengontrol lagi ucapan-ucapan atau celutuk-celutuk yang berbau asing. Ini karena saya pikir, kita harus berbenah untuk membuat lawan bicara kita nyaman berbicara dengan kita dan tidak menjadi egois dengan berbahasa semau kita sendiri.
Correct me if I'm wrong. :)
ehem,,, kasus kayak gini setauku ada namanya cha, namanya diglosia... dan itu memang lagi menjangkit generasi bangsa,,, Aq menangkap suatu kemajuan cha... ngena wes... lanjutkan!
ReplyDelete